Setelah pagi hari saya ikut walking tour Oud Batavia en Omsterken Then & Now yaitu menyusuri Kota Batavia dan mendengar ceritanya zaman dulu dan sekarang, sore harinya saya langsung ikut walking tur explore Arabian of Pekojan. Pastinya seru sekali ya, apalagi saya memang belum pernah menyusuri daerah itu. Lalu apa saja yang saya dapatkan? Yuk, ikuti cerita selengkapnya.
Setelah ngadem dulu di sekitar Kota Tua, menjelang pukul 3 sore, saya lalu Kembali menuju ke KOTIC atau Kota Tua Tourism Information Center. Bereda dengan pagi hari yang pesertanya mencapai 20 orang lebih, ternyata sore ini pesertanya hanya 6 orang termasuk saya. Tapi tidak masalah, saya tetap semangat 45 hehehe. Kali ini pemandu wisatanya adalah Kak Arief atau yang katanya sering dipanggil Abud.
Setelah itu, Kak Abud pun mengajak kami berjalan keluar dari Kawasan Kota Tua. Kami berjalan menuju daerah Pekojan yang dulunya merupakan tempat tinggal penduduk muslim keturunan India. Mereka datang ke Batavia untuk berdagang. Nah, sambil menunggu bongkar muat barang dari kapal, mereka pastinya membutuhkan tempat tinggal. Selama masa menunggu itulah, mereka menyiarkan agama islam. Makanya di Pekojan ada beberapa masjid tua juga.
Masjid Jami’ Al-Anshor
Tempat pertama yang kami datangi adalah Masjid Jami’ Al-Anshor yang berada di Jalan Pengukiran II No. 61 Pekojan. Tercatat Masjid Jami’ Al-Anshor sudah ada sejak tahun 1648. Jadi sudah usianya sudah sekitar 377 tahun, ya.
Pastinya, masjid ini sudah mengalami renovasi. Bagian terkecil yang masih dipertahan menurut kak Abud hanyalah bagian atap.
Saat masuk ke dalam Masjid, terdiri dari 2 ruangan. Pertama begitu masuk ada ruangan duliu, baru kemudian masuk ke dalam utama masjid.
Nasi Uduk Bu Amah
Setelah daei Masjid Jami’ Al-Anshor, Kak Abud mengajak kami lanjut berjalan. Tidak jauh daei masjid dan masih di jalan Pengukiran II, ternyata ada penjual nasi uduk yang legend. Namanya Nasi uduk Bu Amah.
Saat kami melewati warung, tampak seorang ibu yang merupakan generasi kedua sedang melayani pembeli. Salah seorang teman yang ikut walking tur ini, langsung ingin membeli. Tapi maaf, nasi uduk sudah habis. Padahal bukanya baru pukul 3 sore, dan kami berada di sana belum sampai pukul 4 sore. Bahkan pemesanan nasi uduk sudah penuh sampai hari selasa. Alamak.. bayangkan saja. Sekarang ahri sabtu, dan sudah sold out sampai hari selasa hehehe
Masjid Azzawiyah
Agar kami tidak semakin penasaran dengan nasi uduk Bu Amah, maka Kak Abud segera mengajak kami lanjut pejalanan. Jangan sampai kami terus terbayang-bayang, apalagi kata Kak Abud cerita, kalau dia Sudah mencoba nasi uduk Bu Amahkomplit dengan sambal rujaknya yang katanya enak enak sekali. Wih… ngiler jadinya hahaha.
Tujuan kami selanjutnya Masjid Azzawiyah yang lokasinya di jalan pengukiran Raya. Masjid Azzawiyah termasuk masjid bersejarah dan termasuk masjid tua di Jakarta dibangun oleh Habib Ahamd bin Hamzah tahun 1812. Beliau seorang ulama dari yaman. Kini masjid ini dikelola oleh Yayasan Azzawiyah.
Nah, di samping kanan bangunan masjid, ada ruangan yang ternyata ada sumur bersejarah. Kami beruntung karena bisa masuk. Kata Kak Abud, ini airnya tidapernah kering dan bisa diminum. Saya pun langsung penasaran ingin mencobanya. Benar, airnya enak dan segar. Karena saya bawa tumbler, maka saya sekalian isi saja hehehe.
Keluar dari area Masjid Azzawiyah, Kak Abud menggajak kami mampir dulu di sebuah jalana samping masjid. Nah, Kak Abud menunjukkan sebuah rumah yang bergaya arab. Benar juga, saya penasaran, Namanya kampung arab, kok tida ada bangunan rumah orang arabnyya hehehe.
Masjid Jami Annawier
Lanut.. lanjut.. yuk, jalannya! Dan saya masih sangat bersemangat. Saya mah orangnya gitu wkwkwk. Selalu bersemangat kalau mengeksplor hal-hal baru. Gaya benar ya, saya ini hehehe. Dan alau teman-teman mau merasakan keseruan juga, cara ikut free guined walking tour ini sangat mudah kok. Gratis pula hehehe.
Selanjutnya Kak Abud mengajak kami ke masjid Jami Annawier yang berada di jalan pekojan Raya. Masjid ini dibangun oleh Sayid Abdullah bin husein pada tahun 1760. Masjid ini dianggap simbol peradapan Arab di Jakarta. Arsitekturnya memang sangat menarik. Terutama bentuk menaranya yang berbeda dari masjid pada umumnya.
Karena sudah masuk waktu saat Ashar, maka Kak Abud menyarankan kami salat di masjid Jami Annawier saja. Dan semua langsung yess. Bisa sekalian lihat dalam majidnya juga.
Tempat wudhunya besar dna luas. Tapi ternyata ini tempat wudhu baru Tempat wudhu lama itu berada di dalam dan masih ada tempat duduknya. Dan ternyata, yang kami masuki ini bagian masjid bagian belakang. Lalu di mana bagian depan masjid?
Kelar salat dan smeua peserta suah berkumpul lagi, Kak Abud Kembali mengajak kami berjalan ke arah jalan pekojan raya. Dan ternyata benar, bagian masjid Annawier berada di sini. Karena sudah melihat dalam masjid tadi, maka saya hanya memotret bagian depannya saja.
Pasar Kambing Pekojan
Tidak jauh dari Masjid Annawier di seberangnya ada pasar kambing. Dan pasar itu tenryat sudah ada sejak dulu. Saat saya searching, tenryata oran arab memiliki tradisi dsn presensi makanan ynag kuat, dan daging kambing merupakan bagian pendin dari pola makan mereka. Pastinya daging kambing sering mereka gunakan dalam perayaan hari-hari besar Islam.
Dan memang menurut Kak Abud, orang Arab di pekojan itu slalu mengkonsumsi daging kambing. Merek bukan membeli sekilo 2 kilo Tapi langsung per ekor. Nah, nanti mereka atur waktu konsumsinya. Misalnya hari ini daging ambing bagain mana dulu, besok bagian mana, sampai daging habis, dan beli kambing baru lafg.
Langgar Tinggi
Kami pun lanjut perjalanan menyusuri jalan Pekojan Raya dan tidak lama, Kak Abud berhenti di depan sebuah bangunan berwarna merah bata. Saya langsung memerhatikan bangunan itu. Ada tulisan Langgar Tinggi yang ternyata dibangun sekitar tahun 1833. Tapi sekarang ini adalah masjid.
Saya pribadi sangat menyukai bangunan langgar tinggi. Dan ternyata, tempat saya dan teman-teman berdiri adalah bagian belakang dari Langgar tinggi. Terus bagain belakannya yang mana?
Nah, bagian depan langgar Tinggi menghadap ke kali Angke. Jadi dulu saat itu kali Angke masih berfungsi sebagai jalur transportasi. Dan menurut kak Abud, semua banguanan saat itu memang depannya menghadap ke kali.
Biar tidak pensaran, Kak Abud mengajak kami masuk ke dalam. Ruangannya tidak terlalu luas dengan langit-langit yang rendah. Agak pengap karena jendela semua ditutup plastik agar debu tidak masuk. Lampu juga harus dinyalakan agar mendapat penerangan yang cukup. Dulu langar ini sama dengan tepat pengkajian kalau zaman sekarang.
Akhirnya selesai sudah walking edisi Explore Arabian of Pekojan. Terima kaish Kak Abud yag sudah meman jalan-jalan di kampung arab pekojan beso saya mau ikut lagi dan menyusuri kuliner di China Town.
Bambang Irwanto
Yaahahahhah, padahal aku penasaran banget ama review nasi uduknya.
BalasHapusEh ternyata dah habis hhahahah
Memang seru yha eksplorasi kampung Arab kek gini
klo di Surabaya, ada kampung Ampel
Bisa ikut walking tour memang seseru itu yaa dan pastinya bikin nagih pengen ikutan lagi..ilmu sejarahnya in banyak banget menurutku...Dan memang mungkin sudah jadi ciri khas kuliner Timur tengah mengolah aneka makanan dengan kambing semacam nasi biryani,,,
BalasHapusSeru banget Pak Bambang, menyusuri sejarah islam di ranah Batavia memang penuh dengan cerita menarik yaa. Dan senangnya masih ada beberapa fragmentasi yang tersisa untuk diceritakan pada anak cucu kita kelak.
BalasHapusBtw salfok sama nasi uduk. Dulu aku juga adaa tukang nasi uduk langganan yang legend pak. Sekali makan itu cuma 3 rebu perak, udah aman. Makanya dulu 9 rebu bisa sampe 3 kali makan... heuheu
Menarik banget, pak Bambang! Nggak nyangka Jakarta punya Kampung Arab dengan nuansa sejarah seperti itu. Tulisannya ringan tapi informatif! Pekojan berasal dari kata Khoja, sebutan pedagang Ghujarat itu kan ya?
BalasHapusAku penasaran seenak apa itu nasi uduknyaaaa 😍😍😍😍😍. Gimana ceritanya bisa habis sampe hari selasa hahahahaha.
BalasHapusBaru tahu ada tempat kampung muslim ini mas. Padahal udh tua juga yaaa. Ratusan tahun.
Dan aku Amazed dengan yg cerita kambing. Ini maksudnya mereka tiap hari makan kambing , walaupun per hari beda2 part yg di makan? Haiyaaaa, aku LGS kebayang kolesterol 🤣🤣.
Salah satu keinginanku ya tour ke pekojan Pak, pengen melihat jejak keturunan Arab yang pernah ditinggal di sana. Kapan-kapan kalau ada info soal ini saya dibagi ya Pak. Apalgi itu masjidnya yang tertua udah dari dulu pengen saya ulas di blog. Kalau ke sana sendiri nggak ada guidenya nggak enak kan ya, mana kaya orang ilang, hehe.
BalasHapuswaw, Pak Bambang nggak pegel ikutan yang pagi trus sore ikut lagi?? aku kayaknya bakalan pegel sih wkwk
BalasHapusmeski seru ya bisa jalan2 tur wisata kampung arab gini. aku baru tahu kalo di Jakarta juga ada kampung arab. kalo di sby namanya Ampel pak hehe
Sekarang kampung Arab kebanyakan di Condet yaa. Menarik banget bisa jalan-jalan di kampung Arab Pekojan dan bisa tur ke beberapa masjidnya. Yang paling besar masjid AnNawier ya kalau begitu?
BalasHapusBtw, masih kebayang-bayang nasi uduk bu Amah gak nih? ahaha
Sebentar lagi pasar kambing Pekojan bakalan ramai
BalasHapusHari raya Idul Qurban depan mata soalnya
Kambing bagi orang arab emang makanan daging yg super lezat dan nambah daya tahan. Lakunieras jadinyabtuh kabing
Mantap Mas Bams, ikut walking tour pagi dan sore. Staminanya luar biasaa.
BalasHapusKarena di Kampung Arab maka banyak masjid dan mushola yaa. Hebat, ada masjid yg berumur ratusan tahun, berarti dibangun di masa penjajahan dulu.
Itu soal nasi uduk seriusan sengantri itu, berhari-hari. Jadi penasaran rasanya seperti apa ya. ah jauh pun lokasinya, coba agak tengah bakal dikejar deh hihihi.
BalasHapusBagian Masjid Jami Annawier yang ada pilar gede putih itu, telihat indah olehku. Setiap melihat warna putih disuatu bangungan, selalu merasa nyaman aja.
Lain waktu semoga ada kesempatan bisa walking tour bareng ya mas Bam.