Setelah teman-teman mengikuti 3 sesi Free Guided Walking Tour yaitu Oud Batavia en Omstreken : Then & Now, Explore Arabian Pekojan, The Secret of Chinatown & Culinari, Nah sekarang saatnya saya ajak untuk menikmati perjalanan sesi ke 4 yaitu Journey to the Canal & City Wall of Batavia
Sesuai Namanya, walking tour ini memang merupakan perjalanan ke kanal dan tembok kota Batavia. Dari kanal kali besar, lalu finish di museum Bahari yang lokasinya di jalan pasar ikan.
Yuk.. siap-siap jalan yuk.
Setelah mengikuti sesi pagi yang menyusuri Kawasan China Town Glodok dan selesai pukul 12 siang, saya pun memutuskan Kembali ke Kota Tua untuk ngadem dulu. Kalau perginya naik busway dari halte Kota Tua ke halte Glodok, siangnya saya berjalan kaki saja. Dekat kok menurut saya. Apalagi saya juga tidak dikejar waktu. Sesi sore baru berlangsung pukul 3 sore. Ditambah lagi, perbekalan saya hasil berburu kuliner juga masih ada. Jadi urusan kampung tengah dijamin aman, dan lancar hahaha.
Pukul 3 sore, saya Kembali ke KOTIC atau Kota Tua tourism Information Center. Tenyata yang ikut walking tour kali ini hanya 4 orang, termasuk saya. Jadi kalau teman-teman mengikuti cerita saya dari awal, peminat walking tour ini kebanyakan sesi 1 yaitu pukul 9 pagi. Padahal, sama-sama seru, lho hehe. Ya, namanya juga selera, ya hehehe.
Nah, untuk sesi kali ini, Kembali Mbak Tsani yang akan menemani jalan-jalannya. Karena sudah kedua kalinya ditemani Mbak Tsani, jadi kami mulai akrab. Mbak Tsani pun bertanya saya tinggal di mana? Seperti biasa, saya menjawab, di Depok, tetanggaan sama Ayu Tingting. padahal, saya saja sih yang merasa tetanggan, Ayu mah kagak hahaha.
Mbak Tsani mulai mengajak kami berjalan. Peserta kali ini terdiri dari seorang ibu dengan anak laki-lakinya usia SMP, seorang Mas-Mas yang ternyata penulis di detik.com, lalu saya sendiri, Bambang Irwanto, penulis yang selalu mengaku-ngaku Tampan Rupawan imut lucu dan menggemaskan yang dterus bersemangat menulis sepanjang masa wkwkwkw.
Kanal Besar
Tujuan Pertama kami ke kanal besar. Sesuai Namanya, kanal ini memang besar. Dulunya merupaan liukan sungai ciliwung yang diluruskan, dari Pasar Ikan sampai ke ke Harmoni. Makanya dulu, kapal-kapal bisa berlayar di kanal ini untuk menaik dana menurunkan muatan. Namun seiring waktu, kanalnya menyempit dan malah diambil buat jalan raya. Saya pun membayangkan, betapa ramainya aktivitas dahulu di kanal besar ini. Ingin rasanya masuk ke mesin waktu dan menyaksikan sendiri.
Mbak Tsani pun mengajak kami menyusuri kanal besar. Tampak di Seberang ada Hotel Tugu Jakarta Awalnya bangunan ini merupakan bangunan rumah besar yang berganti pemilik dari abad ke abad. Pada masa kolonial, bangunan ini sempat dijadikan gudang gula dan pusat organisasi saudagar china.
Nah kemudian, bangunan ini diubah menjadi House of Tugu oleh Anhar Setjadibrata yang dikenal sebagai kolektor dan penjaga cerita-cerita indonesia. Anhar dan keluarga tugu Grup menghidupkan kembali koleksi artefak dan peninggalan leluhur dalam setiap sudut hotel.
Kami pun Kembali berjalan. Nah, di Seberang ada hotel Mercure Batavia yang kata Mbak Tsani ternyata dulunya bernama Omni Batavia hotel. Nah kali ini saya dulu sering dengar.
Jembatan Kota Intan.
Akhirnya kami berjalan di dekat jembatan Kota Intan yang dibangun oleh VOC tahun 1628. Nah, jembatan gantung ini dulunya merupakan pos masuk kapal-kapal ke Batavia. Jadi di jembatan Intan ini, surat atau dokumen kapal di periksa. Kalau lengkap, baru boleh masuk. Uniknya jembatan kota intan ini bisa terbuka, untuk memudahkan kapal lewat.
Saat berada di jembatan Kota Intan, saya sempat berujar, eh.. ini kayaknya lirik lagu, ya? Lalu Mbak Tsani tanya, lagu mana, pak? Saya pun menjawab, 'itu, Mbak. Lagunya Cici Paramida yang RT 5, RW 3, 10 nomor rumahku. jalannya jalan cinta. naik saja bis kota, jurusan kota intan, kalau kamu tak keliru. Pasti kita kan bertemu.
Eh Mbak Tsani kok malah bengong. sepertinya dia tidak tahu cici paramida dan lagunya. Pastinya dia juga tidak tahu gosipnya, ya, kalau Cici Paramida pernah pacaran sama Ferry Irawan kusuma si pemenang favorit kaver boy majalah Mode tahun 1994 eh... hahaha.
Kami pun mendapat kesempatan untuk berfoto di Jembatan Kota Intan. Eh, si Masnya nyeletuk, kokkayak foto keluarga ya? Hahaha. Eh, benar juga. Makanya biar fotonya pas, maka saya yanga wlanya di posisi tengha, menggeser ke sampaing kanan. Jadi pas kan, Ayah Ibu dengan dua anak laki-laki. Keluarga Berencana... wkwkwk…
Mencari Tembok Batavia
Perjalanan pun dilanjutkan unttuk melihat bekas tembok kota Batavia. Jadi dulunya, kota Batavia itu dikelilingi tembok. Jadi yang tidak berkepentingan dilarang masuk. Hanya seiring waktu, Kota Batavia menjadi kumuh. Banya terjadi penyakit. Makanya tembok diruntuhkan. Kota pun dipindahkan ke … yang sekarang lapangan Banteng.
Dalam perjalanan kami menuju Museum Bahari, kami melewati galangan kapal VOC. Jadi di sana dulu bengkel kapal, khusus jangkar. sayang sudah ditutup seng. Ada juga bekas restauran. Hanya sayang juga sudah tutup. mungkin karena lokasinya kurang strategis.
Nah, ada juga restouranya. Sebenaenya bagus hanya mungkin lokasinya tidak strategis jadi tutup.
Nah, keluar dari jalan, kami melewati gerbang. Mba Tsani bercerita, kalau dulu, gerbang itu sangat bagus dan berlapiskarena merupakan pintu masuk ke kota Batavia. Hanya sayang sudah dihancurkan. Gerbang yang sekarang itu dibangun oleh restoran
Menara Syahbandar
Tidak jauh dari gerbang, kami berjalan lalu menyeberang. Di depan sudah tampak Menara Syahbandar yang dibangun oleh pemerintah Kolonial Belanda.dulunya merupakan menara pandang yang digunakan untuk mengawasi masuk dan keluarnya kapal dari pelabuhan. Tinggi menara Syahbandar adalah 12 meter, nanub seiring waktu mengalami kemiringan. Makanya kami tidak diajak masuk ke dalam.
Nah, Menara Syahbandar ini juga berfungsi sebagai titik awal pengukuran jarak di Batavia yang menjadi titik 0 kilometer pada masa kolonial. Jadi diperjelas lagi, ya. Titik 0 km kota Batavia zaman kolonial di Menara Syahbandar. Sedangkan titik 0 km kota Jakarta sekarang berada di Monumen Nasional atau Monas.
Saya pun melihat sekeliling. Di dekat situ ada tugu juga menara syahbandar yang diresmikan oleh Bapak Gubernur Jakarta Pak Ali Sadikin pada tahun 1977. Di dekat tugu ada 2 buah meriam yang saat saya tanyakan ke mbak Tsani, ternyata pemberian dari Angkatan laut. Sebelum menjabat Gubernur DKI Jakartam Pak Ali Sadikin memang seornag Letnan Jendral KKO-AL (Korps Komando Angkatan Laut).
Museum Bahari
Selesai dari Menara Syahbandar, kami berjalan kearah pasar ikan. Nah, di sanalah Museum Bahari yang dulunya merupakan gudang milik VOC yang digunakan untuk penyimpanan rempah. di depan gedung ini kan, memang kanal besar. Jadi kapal-kapal menurunkan muatannya, langsung, kemudian di simpan di gedung ini.
Gedung VOC ini dibangun secara bertahap, sesuai dengan semakin banyaknya rempah yang akan disimpan. Gedung ini dibangun tahun 1652. Nah, tahun 1977 baru difungsikan menjadi museum Bahari
Nah, tembok putih itulah yang merupakan tembok kota Batavia dulu. Di museum Bahari ini jelas terjadi penurunan tanah lho. Makanya di jembatan kali besar ada Tugu Penurunan Tanah Jakarta, sebagai pengingat bahwa Jakarta Sudah mengalami penurunan tanah yang sangat signifikan. Ini akibat penggunaan air bersih secara berlebihan. Kalau dibiarkan terus, maka diprediksinya Jakarta akan tenggelam tahun 2050.
Di museum Bahari ini Mbak Tsani juga menjelaskan seputar hadirnya pasar ikan dan gedung heksagonal yang dibangun oleh Belanda sekitar tahun 1846. Dulunya tempa itu adalah tempat transaksi. Namun seiring adany pasar ikan, pemukiman pun semakin berkembang. Akhirnya pelelangan ikan dipindah ke Muara Baru.
Sore pun menjelang. Matahari semakin contong ke barat. Hore.. akhirnya rangkaian Free guined Walking tour yang saya ikuti selesai sudah. Terima kasih sudah mengikuti ya, teman-teman. Kalau kalian mau ikutan juga, cara ikutan Free Guined Walking Tour sangat mudah kok. ikut aja. Dijamin seru, menyenangkan, menambah pengetahuan, dan pastinya menambha teman. Sampai jumpa di Walking tour berikutnya. Selamat jalan-jalan.
Bambang Irwanto
Menara Syahbandar atau tugu itu, Mas? Kok agak miring ya?
BalasHapusAsyik sekali bisa walking tour sambil belajar sejarah tentang Jakarta di masa silam. Lebih enak begini daripada hanya baca text book.
Urusan kampung tengah maksudnya urusan perut kah?
Ngakak sama lagunya cici paramida paaaaak, hahaha. Duh, emang begitulah kita bapack-bapack kalo lagi ngelontarin candaan, emang seingnya beresiko ya paak.
BalasHapusResiko kalo lawan bicaara kita nggak paham konteksnya apa, apalagi kalo gap generasinya lumayan, heuheuheu.
Saluuttt banget ama ibu2 yang anaknya SMP dan ikutan walking tour ini.
BalasHapusmereka rela menghalau panas mentari demi experience langsung terkait sejarah ya.
Keren, sihh... ngga banyak ortu yg concern dengan pengalaman historical buat anaknya
apalagi klo anaknya GenZ atau Gen Alpha, widiiihh, seringnya rebahan gaming muluuu
Wah kapan kapan Pak Bams nih yang bisa ajakin saya juga keliling sampai Tembok Batavia ini
BalasHapusSudah bisa sampai 6000 langkah jika jalan terus seperti ini
Ah, di Surabaya ini banyak juga kayaknya ya Pak
Dimana ada mas Bams, disitu ada kebahagiaan dan keceriaan.
BalasHapusSeneng banget mbak Tsani karena pesertanya aktif memberikan pertanyaan juga bikin candaan menghibur.
Karena pastinya lumayan melelahkan ya, mas Bams.. apalagi kondisi di Jekarda yang terik.. meski uda sore sii.. tapi tetep kudu teruuss semangaatt!!
Aku ikut merhatikan cerita mas Bams, perjalanan dari Kanal besar sampai tembok Batavia yang ada penurunan tanahnya.
Serem juga kalah Jakarta tenggelam, huhuhu..
Sama seperti saya pak. Kalau ada yg nanya dari mana saya jawab Cianjur
BalasHapusBanyak yg bilang wah, deket sama Lesti dong. Saya jawab aja iya. Tetangga.
Padahal dia dimana, saya di mana. Wong sama kabupaten nya aja Cianjur. Hahaha ...
Seru pasti jalan jalannya. Saya tunggu cerita lainnya kalau jalan jalan lagi ya ...
Berarti ikutannya bisa dikondisikan ya Pak?
BalasHapusSemisal itunya sampai sesi 2 saja, pun boleh ya? Kalau memang sedang tidak repot, pastinya bakalan seru mengikuti serangkaian acaranya, karena dapat wawasan yang lebih banyak lagi
Beneran mirip keluarga berencana sih fotonya, Pak. Aku juga begitu lho, Pak. Kalau mendengar cerita semacam kayak cerita Kanal Besar yang dulunya ramai sama kegiatan terus sekarang beralih fungsi gitu tuh jadi ngebayangin gimana ramainya dulu saat masih jayanya tempat itu.
BalasHapusHahaha, ka Yuun..
HapusAku tadinya gak mikir kesana looh.. tapi mas Bams memang mood booster banget kalo nulis yaak.. jadi aku ikutan melototin fotonya yang layaknya sebuah keluarga.
Kudu ada mas Bams ini kalo jalan-jalan..
Pasti happy!
Pusat peradaban Batavia pada dasarnya emg berasal dr Kanal Besar dan museum bahari ini ya Pak Bams. Di sini muncul gedung2 bekas kolonial Belanda yg emg strategis bgt peruntukannya. Sejarah besar Kota Batavia sbg kota perdagangan pun terukir dan terkenang selalu sampe skrg, meski ada bbrp yang hancur dan dibangun ulang.
BalasHapusPas lewat Jembatan Kota Intan, aku emg lgsg terngiang lagu ini, emg kita hidup sezaman nih Pak Bams. Ayahku dulu emg suka lagu dangdut jg, jd ya tahu jg lagi Cici Paramida. Tapi mbak Tsani ya pasti ga tau lah. Haha.
Seru bgt perjalanan menyusuri Kota Tua Jakarta ini. Smg ikut jg ke Ereveld dan walking tour lainnya ya pak Bams. Pasti menarik.
Lihat fotonya malah kepikiran kayaknya bisa bikin novel romansa sejarah nih kalau datang ke sana ....
BalasHapusMas sudah mas... Sudaaah 🤣🤣🤣. Jangan tunjukkin usia dengan memamerkan lagu2 zaman dulu. Anak zaman skr ga kenal Cici Paramida 🤣🤣🤣🤣.
BalasHapus.
Kocak banget sih bisa2 nya ke lagu 😂😂.
Ya ampuuun aku kalo ikut ini bakal seneng jugaaa, dan samaaa kita, kayak PGN aja bisa balik ke masa itu dengan mesin waktu yaaa. Ngebayangin kapal2 yg dulu lewat di kanal😍😍.
Dan sedih baca yg jakarta bakal tenggelam. Jadi solusi supaya itu jangan terjadi gimana yaa..pemerintah udh prepare atau biarin aja jakarta tenggelam 😔
InshaAllah aman buat kita semua. Dan harus prepare saling waspada juga ya kak. Apa karena terus membangun, Lama-lama tanah jadi makin turun ya?
HapusDi surabaya juga ada jembatan seperti jembatan Intan, namanya jembatan pethekan dan tetap bisa dikunjungi!
BalasHapusMakin asyiik nih ngikutin jalan jalannya pa Bambang mengitari seputaran kota tua....banyak sejarah dan bangunan bersejarah. . Mantaaap pa jalan jalannya.
BalasHapusWalking tour memang selalu bikin ketagihan...ilmu sejarah kita juga semakin berkembang dan kita bisa melihat secara lgsg bukti sejarahnya...membayangkan dulu suangi2 dipakai sebagai jalur transporasi utama banyak kapal berlalu lalang dan pasti sungai2nya jugagak sesempet dan sedangkal sekarang yaaa...
BalasHapusJalan-jalan ke tempat bersejarah kayak gini tuh bikin kita lebih semangat untuk semakin kenal dengan kota sendiri, juga semakin semangat untuk belajar sejarah karena visualisasinya udah ada ini..
BalasHapusSerunya yang habis jalan-jalan ke era Belanda, he ternyata walking tour yang kemaren itu tidak cuma satu tempat ya Pak? keren banget menelusuri seluk beluk di sekitaran kota tua. Lagi enak-enak baca eee ada Cici Paramida wkwkwk Mbak Tsani angkatan Gen Z kali jadi nggak kenal Cici Paramida. Mana aku bacanya nyambung banget, jadi ketauan deh tuanya :D Pokoknya kapan-kapan aku juga harus ikutan ah :)
BalasHapusCukup banyak area yang dituju di walking tour kali ini ya Pak, apkaah karena kebetulan lokasinya cukup dekat ya sehingga bisa sekalian jalan. Seru nih perjalanan wisata seperti ini, banyak kearifan lokal yang bisa dinikmati
BalasHapusTahu ada tembok Batavia, aku tuh membayangkan tembok China lho, Pak. Sayang banget gerbangnya hancur. Coba masih ada ya. Kita bisa lihat betapa Belanda tuh bangun gerbangnya kayak gimana.
BalasHapusAku tu sampai tanya mbah google cari informasi House of Tugu, namanya seperti memanggil untuk diketahui lebih luas. Sejarah tempat yang ditulis mas Bambang bikin penasaran wkwkwwk.
BalasHapusPantes aja terpanggil ternyata tempatnya menggoda. Baiklah. Semoga nanti ada kesempatan kesana hihihi.
Jadi untuk House of Tugu masih beroperasi sampai sekarang, Mas? Seru juga ya bisa jalan-jalan sambil ditemani guide, jadi belajar sejarah Batavia zaman dulu. Kebayang seharian itu Mas Bams jalan kakinya sudah berapa kilometer.
BalasHapusTerasa ekslusif sekali nih walking tour berempat dan ditemani kak Tsani. Menarik ya terkait jembatan intan ini. Bener sih mas Bams kebanyakan orang pilih walking tour jam 09.00 pagi. Saya sering ikutan walking tour Kota Tua sengaja ambil pagi aja. Tapi rupanya sorean kayak gini juga menarik dan seru, sekaligus bisa nyaksiin matahari mulai mau terbenam.
BalasHapusPasti loading banget kalau ditanyain lagu jaman dulu hehhee. Nggak mudah ditebak ada aja nih dan yes foto berempat bak keluarga berencana sekali ini.
Eh aku juga sempet ngebatin, kok kayak lagu yaa jembatan kota intan. Yang tau ketauan umurnya deh ini, wkwkwk
BalasHapusAnw, aku sama anak-anak pernah niih ke museum Bahari juga, sampai naik ke bagian atas tempat pernah terjadi kebakaran. Di situ beberapa koleksi kapal yang terbakar tetap dipajang sebagai saksi sejarah.
Anak-anak malah naik ke tugu nya. Seru yaa ikutan walking tour kayak gini 😍
Wah seru nih jelajah Kota Tua sampai Sunda Kelapa ya ..apalgi sambil mendengar cerita sejarah,..menarik banget ini
BalasHapusWhuiiiih menyenangkan banget emang ikutan walking tour tuh, pasti dapet kenalan dan juga jadi serasa flashback ke tempat2 bersejarah sembari membayangkan aktivitas di tempat tersebut dulunya. Ngakaaak banget jadi kaya foto keluarga, yah karena kebetulan pesertanya lagi beberapa orang aja ya Kak, hihihi. Btw, kalau saya tahu Cici Paramida, tapi kalau lagunya tidak familier wakakakak
BalasHapusWah, aku pernah ke sini nih walking tour bersama Indonesia Corners hingga masuk ke museumnya.. Mbak Syani bukan angkatan jadul ngga tahu lagu itu mas hihi
BalasHapusSeru banget sih pengalaman jalan-jalan bareng Mbak Tsani ini, berasa diajak naik mesin waktu buat lihat Batavia tempo dulu dari sudut-sudut yang sering luput dari perhatian. Bagian kanal besar itu bikin ngelamun, ngebayangin kapal-kapal dagang hilir mudik bawa rempah, dan vibe kolonial yang masih terasa di sekelilingnya. Apalagi pas sampai ke Jembatan Kota Intan yang bisa kebuka itu, fix keren! Dan bagian soal titik nol kilometer Batavia juga mind-blowing, baru tahu ternyata beda sama yang di Monas sekarang.
BalasHapusseru ya perjalanan tournya
BalasHapuskayaknya saya butuh untuk ikut tour
Senang banget bisa walking tour ya Pak Bambang. Termasuk wisata sejarah ya karena tahu sejarah kota Batavia ya. Kalau saya pernah sekali dan cukup melelahkan akhirnya ga ikut lagi. (maria tanjung sari)
BalasHapus