Langsung ke konten utama

Melampaui Masa Lalu yang Belum Terselesaikan

 


Setelah melihat-lihat bazar yang diadakan di Festival 55 Tahun Erasmus Huis 2025, saya pun memutuskan untuk masuk ke ruang pameran yang diadakan bersebelahan dengan perpustakaan. Khusus hari sabtu 13 September 2025 perpustakaan Erasmus Huis tutup, tetapi digunakan acara bercerita khusus peserta anak-anak.



Saya langsung antusias untuk melihat-lihat karya yang dipamerkan. Sebenarnya nanti ada tur Pameran pukul 1 siang. Tapi sayangnya, saya tiba-tiba harus mendadak pulang. Tapi tetap masih ada waktu untuk eksplor sebentar.

Pengunjung pameran belum begitu ramai. Mungkin mereka masih dalam perjalanan ke sini. Saya pun leluasa dan sesuka hati menikmati semua 5 karya seni yang di pamerkan.


Kelapa Sawit Berkaki Manusia



Saya pun bergegas menghampiri karya seni pertama yang seperti pohon kelapa sawit berbaris rapi di tiga meja dengan ketinggian  berbeda.

 karya ini yang tampak terlihat duluan sejak dari pintu masuk.  Awalnya saya mengira ini pohon kelapa sawit biasa. Namun setelah saya dekati dan memperhatikan dengan seksama ternyata batang kelapanya adalah kaki manusia. Wow.



Dengan batang pohon kelapa sawit yang berupa kaki manusia, Elia sang seninman ingin menunjukkan bahwa perkebunan kelapa sawit bisa berdampak buruk bagi banyak orang. Baik bagi pekerjanya langsung, mampu  bagi masyarakat dan hewan yang tinggal di sekitar perkebunan kelapa sawit .Mulai dari para pekerja dipaksa bekerja keras, tapi tidak dihargai. masyarakat setempat serta hewan-hewan kehilangan tempat tinggalnya. Pastinya, hutan-hutan juga banyak ditebang

Fakta menarik pohon kelapa sawit, ternyata kelapa sawit ini awalnya berasal dari Afrika kemudian orang Belanda membawa pohon kelapa sawit ke Indonesia pada masa kolonial. kelapa sawit tidak hanya dipakai untuk minyak goreng dan makanan tapi juga untuk sabun dan sampo.

Fakta nyata lainnya katanya adalah, jika orang tuanya buruh kelapa saeit, maka anaknya juga kan jadi buruh kelapa sawit juga. Hal inilah yang membuat tidak meningkatnya taraf kehidupan mereka. Padahal mereka sudah bekerja keras. 

 

Cerita Tentang Perempuan Bali


Apakah teman-teman bisa menemukan foto-foto lama dari masa kolonial. Budi si pembuat karya sering menemukan foto perempuan Bali di arsip internet. Pastinya kita tidak tahu siapa mereka, karena nama dan kisah  mereka memang tidak tidak dicatat. Orang-orang Eropa pun saat itu tidak tertarik mengenal para wanita-wanita Bali itu.

Budi pun membayangkan kisah hebat tentang paras perempuan-perempuan Bali ini. Ia memakai foto-foto lama dengan cara berbeda. Budi memberi mereka pakaian bergaya Eropa dan menggambarkan penuh kebanggaan. Ada juga hiasan tropis dan tokoh dari cerita Budi.

 

Kompleks



Karya ini unik dan berbeda displaynya karena diletakkan di lantai. Terus seperti denah atau peta daerah yang dilengkapi lampu.

Dalam karya ini Edwin Pradipta membahas asal usul kompleks dan dalam jangka panjang dari segregasi kolonial pada ruang kota di Indonesia dengan menerapkan strategi pecah belah. Mereka mengkategorikan penduduk dalam tiga kelompok, yaitu pertama orang Eropa atau barat. Lalu orang timur asing keturunan Tionghoa, India, dan Arab. Kemudian yang terakhir adalah orang pribumi 

Meskipun kebijakan segregasi ini secara resmi dihapus pada tahun 1915, namun  wilayah timur masih banyak dihuni oleh komunitas Tionghoa Indonesia hingga hari ini. Pembagian historis ini Tengah membentuk rasa eksklusivitas dari waktu ke waktu menciptakan penghalang sosial yang terus bertahan.


Teralis Sebuah Perlindungan



Dalam karyanya Dito gambiro menyelidiki tema mendalam tentang nilai kekuasaan eksistensi dan relasi manusia melalui refleksi diri dan dinamika antar pribadi. Karya ini merefleksikan bagaimana peristiwa masa lalu khususnya kekerasan anti Tionghoa tahun 1998 telah membentuk masyarakat Indonesia dan ingatan pribadinya

Gambiro mengeksplorasi bagaimana trauma kolektif masih hadir di tempat-tempat sehari-hari, terutama di ruko-ruko di daerah Tionghoa.  Seperti Kebayoran lama dan Glodok yang terdampak kerusuhan yang menyoroti penggunaan teralis atau jeruji. jendela logam yang sering dipasang sebagai perlindungan terhadap kekerasan yang ditargetkan sebuah ancaman yang terus muncul dari masa kolonial hingga saat ini. Hambatan fisik dan psikologi ini menjadi saksi bisu terhadap rasa takut dan kekerasan, membangkitkan pemikiran tentang luka yang belum terselesaikan dan potensi kerusuhan di masa depan

Gambiro menciptakan monumen imajiner yang menghubungkan ingatan ruang arsitektur dan trauma untuk mencegah tragedi masa depan.


Relief



Maharani mengekspor sejarah sosial politik dari budaya dari masa kuno hingga masa kini. Relief Eropa yang secara universal digunakan untuk menghormati pahlawan lokal dan peristiwa sejarah. Juga bisa menjadi salah satu cara untuk menggambarkan tindakan heroik di tanah asing. Gaya yang familiar ini mempengaruhi makna baru mencerahkan.

Itu dia pameran karya seni bertemakan Beyond Unsettled Past dalam rangka 55 tahun Erasmus Huis. Lewat pameran ini, memang tersirat kalau masa lalu terus membentuk kita hingga saat ini. Tak sabar rasanya menanti perayaan Eramus Huis tahun depan. Semoga terlaksana kembali.

Komentar

  1. Kereeen ihhhh. Aku paling suka yg kelapa sawit bentuk kaki, dan teralis. Krn kesannya dapat banget.... Sawit ini memang merusak. Apalagi bikin tanah di sekitarnya jadi kering Krn sawit sendiri sangaaaat rakus menghisap air untuk dirinya sendiri. Belum lagi deforestasi yg dilakukan sebelum membuka lahan sawit 😞.

    Sementara yg teralis, aku langsung inget peristiwa gelap 98, masih jelas banget kayaknya. Yg membuat warga tionghoa jadi membuat teralis begitu di rumah2 mereka. Lambang tidak adanya kepercayaan terhadap sesama. Sedih, tapi kenyataannya memang begitu duluuu.

    BalasHapus
  2. Kok jadi sedih yaa soal cerita kelapa sawit itu...
    Dari dulu suka denger yang buka kebun kelapa sawit tu mengorbankan hutan, tetapi di satu sisi juga mendatangkan lapangan pekerjaan karena produk2nya yang mayan banyak.
    Semoga makin banyak perlindungan buat pekerjanya terutama yang bekerja di lapangan langsung.
    Soal perempuan Bali, hmm menarik juga penggambarannya dengan memakai baju ala Eropa, soalnya pernah nemu dulu kalau gak salah malah gak pakai atasan apapun gitu, cuma kemben tapi disarungkan.
    Menarik semua nih yaaa karya pamerannya. Gak cuma menggambarkan ttg budaya, tetapi juga kondisi sosial dan politik. Semoga tahun depan bisa nih datang ke perayaan Erasmus Huis juga :D

    BalasHapus
  3. Aku tertegun dan salut dengan pesan-pesan dari semua karya. Terutama yang Sawit dengan kaki manusia. >>menunjukkan bahwa perkebunan kelapa sawit bisa berdampak buruk bagi banyak orang<< ini pesannya kuat sekali.

    Lalu yang Teralis Sebuah Perlindungan, kalau lihat dari gambarannya sederhana sekali tapi dibalik itu kisahnya membawa ingatan dengan banyak rasa.

    Terima kasih sudah menulis ini pak, aku menikmati sekali.

    BalasHapus
  4. Selalu saja aku ketinggalan info ya Pak, nggak tau ada pameran sekeren itu di deket Erasmus. Menurutku keren sih, karena ternyta setiap barang yang dipamerkan punya makna filosofis mendalam khususnya terkait sejarah kelam di Indonesia. Mulai dari perkebunan sawit hingga tralis sebagai simblo pertahanan diri di tahun 1998. Rada nyesel juga nggak ikutan berkunjung ke sana :(

    BalasHapus
  5. Seru ya paa keliling-keliling Erasmus Huis ada pameran karya seni, jadi bisa tahu banyak hal tentang sejarah seni. Kalau pecinta seni pasti betah lama-lama disini. Saya juga kalau deket pengen datang melihat pemerannya.

    BalasHapus
  6. Keren ya pamerannya. Saya beneran kaget waktu baca bagian Kelapa Sawit Berkaki Manusia. Di tulisan sebelumnya juga sudah ada foto tentang kelapa sawit ini tapi benerang nggak nyadar kalau bagian bawahnya itu kaki.

    Ide-ide karya yang lain juga unik. Pasti menyenangkan bisa menikmati langsung di sana.

    BalasHapus
  7. Baru engeh saya Pak tentang fenomena turun temurun kelapa sawit ini, kalo orangtuanya bekerja di sana maka anaknya juga ya? Berarti apakah harusnya diputus mata rantai itu, agar bisa si anak lebih maju? Hemm, boleh nih Pak diulas lebih jauh hehe

    BalasHapus
  8. sangat menyentuh ya itu kelapa sawit berpohonkan kaki manusia
    filosofi dan mitosnya bikin merinding
    dulu saya ada paman yg transmigrasi ke Riau, di sana berkebun kelapa sawit. tapi karena mitos itu, tidak ingin anak cucunya tetap jadi buruh kelapa sawit akhirnya semuanya dijual dan pulang kampung, sekarang di Tasikmalaya jadi pengurus aparat desa, hehehe

    BalasHapus
  9. Unik ya hasil karyanyz, menyentuh hati juga. Saat membaca tentang pohon sawit dengan batang kaki manusia angan saya langsung melayang mengingat lahan yang ditebas, dibakar untuk menjadikannya ladang sawit, sehingga muncullah beberapa standar baik Indonesia maupun internasional, ISPO, RSPO dan terakhir ini EUDR tentang sustainability. Seserakah itukah manusia atau ada alasan pembenaran lain untuk melegalkan hal tersebut

    BalasHapus
  10. wah saya benar benar gk nyangka kalau asal usul sawit itu dari afrika, secara sawit itu sangat menguras air tapi lahir di daerah yang terkenal tandus aslinya ya.. yang lebih gong nya ialah sekarang itu jadi ciri khas negara kitabahkan seabgai negara penghasil sawit terbesar di dunia urutan pertama lagi, memang menarik banget ngulas topik ini tapi sayangnya banyak kritikan saran perihal industri sawit yang tidak terbenahi sampai sekarang ya.

    BalasHapus
  11. Foto perempuan Bali ini bagus banget ya, Pak. Unik dan banyak ornamennya. Saya juga baru ngeh kalau ternyata yang miniatur kelapa sawit, pohonnya seperti kaki manusia. Melewatkan detail pohonnya. Menarik banget bisa lihat pameran karya seni seperti ini

    BalasHapus
  12. Sangat menarik sekali ya pameran
    Beyond Unsettled Past dalam rangka ulangtahun Erasmus Huis ke 55 tahun.

    Karya-karya yang indah di pandang mata serta memiliki makna dan pesan baik. Gambar peta yang menyala, paling bikin tertarik karena cukup kompleks juga sih ya. Kebayang gimana proses kreatif nya.

    Selalu salut sama seniman yang ada aja ide kreatifnya.

    BalasHapus
  13. Senang sekali bisa melihat karya seni yang unik-unik ini mas
    Memang karya seniman itu seringkali out of the box ya, seperti kelapa sawit berkaki itu

    BalasHapus
  14. Dijajah Belanda memang jadi plus minus bagis sebuah negara, khususnya Indonesia yaa..
    Dengan dibawanya banyak hal, seperti budaya, bahasa dan juga karya seni, bisa menjadi sebuah refleksi bagi masyarakat Indonesia mengenai sejarah bangsa ini.

    Yang paling aku kagum, karya seni di Eramus Huis diterjemahkan dengan sangat apik oleh mas Bams. Membuat aku bisa ikutan menikmati makna-maknanya.
    Termasuk ketika kelapa sawit berkaki manusia.

    BalasHapus
  15. Aku jadi ingat kalau tengkorak manusia mengalami perubahan
    Dan membentuk seperti apa kita hari ini
    Makanya kadang yang terlihat aneh bukan karena bentukannya
    Tetapi memang dasar tengkoraknya yang sudah terbentuk berbeda

    BalasHapus
  16. Sejujurnya saya baru tahu kalau kelaparan sawit berasal dari Afrika. Btw pak, itu kelapa sawit mini kok lucu ya bentuknya, andai bisa dibeli, hehehe.

    BalasHapus
  17. Soal kelapa sawit, terjadi di keluarga saya nih. Om saya mengelola perkebunan sawit punya kakek saya dan sekarang ketika anak-anaknya sudah sekolah jauh merantau dari Medan, tetap disuruh balik ke Medan buat jaga kebun sawit. Padahal mereka punya cita-cita sendiri, tapi mau nggak mau akhirnya balik juga buat jaga kebun milik keluarga..

    BalasHapus
  18. Unik banget karya seninya. Terutama pohon sawit dengan kaki manusia. Aku bayangin pohon sawit ini kan bermanfaat ya. Jadi sumber daya alam Indonesia yg bisa memberikan devisa juga. Tp lewat karya seni itu seolah diingatkan untuk jangan over eksploitasi.

    BalasHapus
  19. Keren banget karya-karya seninya mas. Membuat kita semua jadi mencerna dan memahami, gak sekedar melihat visualnya saja. Diantara semua, aku paling suka sama kelapa sawit dan kompleks itu si. Kalo kelapa sawit, itu memang agak dilematis ya. Sawit dipakai untuk para penguasa untuk mencari cuan sebanyak-banyaknya, gak peduli harus tebang hutan dan sebagainya. Kesal sekali.

    Dan kalau kompleks itu, dampaknya luar biasa sampai sekarang ya. Peninggalan dari Belanda yang sampai sekarang masih melekat, ya segregasi itu. Heuheu

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perjalanan Seru Pergi Pulang Bogor-Cipanas lewat Jalur Puncak

  Foto : Dewi Puspa Selama ini, saya selalu mendengar orang pergi liburan ke puncak Bogor yang memang sepertinya mempunyai magnet tersendiri. Kadang kalau ada long weekend, pasti orang akan berbondong-bondong ke puncak. Makanya saya langsung teringat pernah nonton di televisi, liputan orang-orang yang menawarkan penginapan atau villa di pun pak Bogor. Mereka berdiri atau duduk di sepanjang jalan sambi memegang papan bertuliskan "Sewa Villa. Atau pernah juga saya menonton jasa Ganjal ban mobil saat posisi mobil sedang berada di tanjakan dan sedang macet. Ke Puncak Bogor, yuk! Rabu 26 Februari 2025, akhirnya saya merasakan sendiri perjalanan pergi pulang Bogor-Cipanas melalui puncak Bogor. Jadi ceritanya, saya diajak oleh ClicKompasiana & Kreatoria berkunjung ke Istana Kepresidenan Cipanas. Tentu saja saya senang sekali. Seperti mimpi saja bisa menginjakkan kaki di istana Kepresidenan seluas 26 Hektar itu. Foto : Kang Bugi Saya berangkat pagi naik KRL  dari stasiun Pondok Ci...

Akhirnya naik kereta api Rangkasbitung Merak setelah 2 kali Gagal

  Setelah gagal 2x naik kereta Api Rangkasbitung-Merak, akhirnya, pada hari minggu, 9 Maret 2025, saya berhasil naik  juga pada percobaan ketiga hahaha. Segitu senangnya saya hahaha. Keingian Naik Kereta Comuterline Rangkasbitung-Merak Sejak naik kereta Walahar PP dari Cikarang ke Karawang saat eksplor stasiun kereta Whoosh Karawang  lalu dilanjutkan ngebakso pertama kali di Karawang , saya kok ingin mencoba kereta lokal lainnya. Adalah Mbak Utari, teman blogger dan penulis cerita anak yang mempromosikan kereta lokal Rangkasbitung-Merak. Kebetulan Mbak Utari tugasnya di serang, jadi memang sering naik kereta commuter line itu. Oke siap. Namanya saya penasaran, makanya saya pun ingin segera mewujudkan list saya itu. Apalagi tiketnya sangat pas di hati dan kantong. Hanya 3000 rupiah saja. Maka pada suatu hari di hari libur nasional, saya pun meniatkan diri untuk mencoba naik kereta lokal Rangkasbitung-Merak. Sesuai arahannya, dari stasiun Pondok Cina Depok, saya menuju ke M...

Keuntungan Jalan-Jalan Saat Bulan Puasa

Puasa kok jalan-jalan? Apa tidak capek dan haus? Terus batal puasanya. Saat puasa bulan Ramadan kan enaknya ngadem rebahan di rumah sambil nonton drakor. Eh.. hahaha. Saya juga awalnya berpikiran seperti itu. Kayak kurang kerjaan saja ya, bulan puasa malah keluyuran ke tempat wisata. Memang tidak ada hari lain? Tapi, kalau dipikirkan terus, maka saya tidak akan pernah tahu, bagaimana rasanya jalan-jalan saat puasa Ramadan.  Namanya juga penasaran, kan? Pengi beda gitu dengan yang lainnya. Karena yang bed aitu.. sesuatu hahaha. Lagian kalau saya jalan-jalannya pas hari lebaran, itu sudah biasa.. halah.. Gayane saya ini. Apalagi saya kan freelance. Jadi dari segi waktu memang lebih fleksibel. Jadi pas lebaran, saat orang desak-desakan di tempat wisata atau bermacet-macet ria di jalan, saya sudah santai di rumah makan ketupat opor ayam, sambal goreng ati hahaha. Nah, jalan jalan pas puasa itu, pernah saya lakukan saat masih berada di Kebumen. Saya susuri beberapa Pantai pantai di kebu...